Perbedaan Mengenai Metode Penelitian
By miftachudin arjuna - March 12, 2015
Bias
dalam penelitian metode penelitian telah mempengaruhi tingkat
perkembangan dalam pembelajaran mengenai kepemimpinan yang efektif.
Kepercayaan mengenai metode penelitian yang paling bermanfaat dan jenis
informasi yang diperlukan untuk memahami proses kepemimpinan terkait
dengan bias dalam pembuatan konsep tentang kepemimpinan, masalah utama
meliputi:
1. Peralatan / perlengkapan kuantitif, metode tes – hipotesis vs diskriptive, metode kualitatif.
2. Perlengkapan survey vs studi experimental.
3. Level analisa yang sesuai untuk data quantitative.
Metode Qualitative vs Quantitative
Kebanyankan
penelitian quantitative tentang perilaku kepemimpinan menggunakan
quesioner daripada bertanya kepada bawahan atau pengikut untuk mengukur
seberapa sering atau seberapa banyak seorang pemimpin memunculkan
perilaku-perilakunya selama periode beberapa bulan atau beberapa tahun.
Bukti bias pengukur dan koresponden yang rendah diantara orang-orang
yang mengukur pemimpin yang sama memunculkan keraguan yang serius
mengenai apa yang quesioner ukur sebenarnya. Kritik atas tipe penelitian
ini berpendapat bahwa hal tersebut mempunyai bias yang tidak
berhubungan terhadap sesuatu yang berlebihan mengenai pentingnya
pemimpin. Bias ini konsisten dengan tekanan atas kepemimpinan
kepahlawanan. Survey questioner sangat tidak cocok untuk study
kepemimpinan sebagai sebuah proses yang dinamis dan berbagi yang ada
dalam system social yang kompleks.
Beberapa
metode qualitative muncul lebih sesuai untuk studi kepemimpinan dari
sebuah system perspektif. Tetapi metode penelitian ini juga mempunyai
beberapa keterbatasan (house, 1988a: Martinko & Gardner, 1985).
Standar untuk aplikasi dan evaluasi metode kualitatif tidak tersirat
seperti halnya metode qualitative tradisional, dan interpretasi
berdasarkan metode qualitative kadang sangat subyektif.
Saat
deskripsi tentang proses kepemimpinan diperoleh dari interview,
perhitungannya mungkin bias karena ingatan yang selektif atas aspek
perilaku yang tetap terhadap anggapan responden dan teori implisif
mengenai kepemimpinan yang efektif. Observasi langsung juga dapat
dicurigai untuk perhatian yang selektif dan bias interpretasi atas suatu
peristiwa oleh para pengamat karena prasangka dan teori implisif.
Survey vs studi experimental
Masalah
lain dalam mendesain penelitian kepemimpinan adalah manfaat relatif
atas survey study dan pengalaman. Survey studi biasanya lebih mudah
untuk dilaksanakan, tapi seperti ditulis diawal mereka mempunyai banyak
keterbatasan saat digunakan untuk penelitian dalam proses kepemimpinan.
Eksperimen di laboratorium dan seting lapangan adalah sesuai untuk
banyak tipe penelitian kepemiminan. (Brown & Lord, 1999: Dipboye,
1990: Eefford, 1999). Sayangnya, metode penelitian ini jarang digunakan
untuk mempelajari kepemimpinan eksperimen labaratorium & lapangan
mendasari proporti kecil (kurang dari 5%) atas ribuan studi yang telah
dilakukan tentang kepemimpinan selama 5 abad yang lalu.
Manfaat
terpenting eksperimen adalah kesempatan untuk menentukan kausalitas.
Peneliti dapat memanipulasi perilaku pemimpin atau variable situasional
dan menilai kemandirian mereka dan efek gabungan. Lebih lagi, dengan
eksperimen labaratorium, lebih mudah untuk mengukur proses mediasi,
mengontrol variable tambahan, dan memeriksa efek kondisi yang jarang
ditemukan dalam organisasi yang sesungguhnya. Eksperimen laboratorium
tentang kepemimpinan sepertinya menjadi lebih bermanfaat jika
berdasarkan model yang dispesifikasi dengan baik, dilakukan dalam
interval waktu yang masuk akal, sample yang sesuai. Terdapat simulasi
realistis tentang kondisi pekerjaan, dan manipulasi experimental
diujikan untuk menyakinkan bahwa mereka efektif.
Eksperimen
lapangan lebih sulit untuk dilaksanakan daripada eksperimen
laboratorium, tetapi mereka memberikan manfaat lebih. Kebanyakan
eksperimen lapangan meliputi kondisi nyata dan sample berpengalaman, dan
mereka membiarkan penilaian yang lebih baik atas intervensi untuk
mewujudkan kepemimpinan (contoh: training). Eksperimen lapangan tentang
kepemimpinan sepertinya menjadi lebih bermanfaat jika didasarkan pada
model yang dispesifikasi dengan baik, dilakukan dalam periode waktu yang
sesuai, dan meliputi bermacam pengukuran atas variable yang relevan.
Level analisis
Tipe
analisis yang sesuai tergantung pada dasar teori proses kepemimpinan
dan level pengukuran dan level konsep teori. (Klein. et. al. 1994). Jika
level analisis yang tidak sesuai digunakan, hasil dari study mungkin
akan disalahtafsirkan.
Kebanyakan
penelitian survey tentang perilaku kepemimpinan telah menggunakan
sebuah individu, dyadic atau kelompok individual biasanya meliputi
hubungan antara pengukuran yang ada oleh individu yang sama. Analisis
dyadic biasanya meliputi data yang diperoleh dari kedua anggota pemimpin
dan bawahan, contoh hubungan penilaian bawahan atas perilaku pimpinan
dengan penilaian pimpinan atas penampilan bawahan. Analisis level
kelompok biasanya meliputi data individu yang terakumulasi terhadap
level group. Variable level group jarang diukur hanya pada level grup,
jika tidak tujuan pengukuran yang tersedia (e.q. ukuran group,
penampilan, tingkat sebaliknya).
Terdapat
manfaat dan kekurangan untuk setiap level analisis. Akumulasi
penilaian pemimpin dari beberapa bawahan dapat menurunkan efek persepsi
random yang bias dan membuat penilaian gabungan lebih akurat.
Bagaimanapun, jika perilaku pemimpin kepada bawahan tidaklah sama.
Kemudian penilaian gabungan mungkin mengaburkan variasi-variasi dan
memberi gambar distorsi atas pola perilaku pimpinan. Hanya jika
penilaian gabungan dianalisis, lebih sulit untuk mendeteksi hubungan
dyadic antara pimpinan kepada bawahan dan kepuasan atau motivasi bawahan
itu. Jika efek delegasi dikonsep pada level dyadic (yang kelihatannya
sesuai pada contoh ini), mempelajari bahwa hanya menggunakan analisis
level group tidak akan memberi test teori yang cukup.
Saat
semua data dalam suatu study dikumpulkan dari individu-individu,
bermacam level analisis dapat digunakan untuk membandingkan penjelasan
alternatif mengenai kepemimpinan. Dansereau, Alutto, dan Yammarino
(1984) mengajukan sebuah metode (WABA) untuk menganalisa hasil pada
level yang berbeda secara terkait. Metode tersebut telah digunakan dalam
beberapa studi, dan hasilnya mengindikasikan bahwa susunan data mungkin
mendukung kesimpulan yang bebeda mengenai kepemimpinan tergantung pada
level analisis (contoh Dansereau, Yammarino, dan Markhan, 1995;
Yammarino, 1990, Yammarino dan Bass, 1990). Metode WABA memberikan
beberapa pemahaman yang unik, tetapi tidak mungkin saat beberapa data
dikumpulkan hanya pada tingkat grup atau organisasi. Dan lagi,
penapsiran hasil WABA rumit dengan kekurangan dalam kebanyakan quesioner
kepemimpinan. Saat hasil dari tingkat analisis yang berbeda tidak
tetap, kekurangan tersebut membuatnya lebih sulit untuk menentukan
alasan. Usaha yang lebih diperlukan untuk meningkatkan akurasi quesioner
kepemimpinan atau untuk menemukan yang lain, tipe pengukuran yang lebih
akurat.
0 comments